Menggunakan Paugeran Aksara Jawa

Bagaimana menggunakan Paugeran (Tata Tulis) Aksara Jawa yang ada saat ini? 

Dari beberapa komentar di postingan sebelumnya tentang menulis 3 tata tulis atau paugeran. Beberapa hal yang bisa dianalisa, yaitu bahwa penggunaan aksara Jawa untuk menulis bahasa Jawa atau bahasa Indonesia berdasarkan tata tulisnya, dalam kesimpulan pribadi, sebagai berikut : 

Tata tulis Sriwedari - 1926

  1. Tata tulis (Wawaton) Sriwedari (SW) lebih cocok digunakan untuk menulis Bahasa Jawa saja, dan kurang luwes kalau dipakai untuk menulis bahasa Indonesia. Karena memang aturannya sangat ketat, maka sebaiknya aturan ini ditaati untuk menjaga marwah konggres Sriwedari. 
  2. Aturan pepet layar, dimana jika diterapkan pada bahasa Indonesia akan mengubah bunyi kata itu, maka sebagai kaidah bahasa Indonesia justru terasa kurang pas, karena tidak ada aturannya mengubah bunyi kata di KBBI dan PUEBI. Kalau bahasa Jawa jelas bisa, karena memang diatur di Wawaton Sriwedari. 
  3. Tidak ada pemakaian dirga mure (diftong ai) dan dirga mure raswadi (diftong au), karena memang tidak diatur. Padahal bahasa Indonesia banyak kata dengan diftong. Tidak konsisten jika memakai SW tapi keukeuh menggunakan dirga² itu. 
  4. Dan juga Sriwedari masih memakai dha ꦣ (da dantya mahaprana) untuk aksara dha ꦝ yang seharusnya berbunyi sebagai ḍa retrofleks. Jika mau disiplin menggunakan SW, bukankah hal sekecil ini juga harus ditaati? - memang masih akan ada yang bertahan bahwa font sekarang memakai ḍa ꦝ jé. Ya wis, rapapa... berarti tidak konsisten ber-SW... 😁😁😁 

Tata tulis Simplified - KAJ 2021

  1. Untuk menulis Bahasa Indonesia, lebih cocok dengan Simplified, karena penggunaan aksara swara dibebaskan untuk menulis semua kata berawalan vokal dan pertemuan vokal dengan vokal, kecuali diftong. 
  2. Penggunaan panglancar untuk pertemuan 2 vokal dalam 1 kata juga luwes dipergunakan. Diftong pun diwadahi dengan munculnya sandangan dirga mure dan dirga mure raswadi. 

Tata tulis KBJ - 1996

  1. Menggunakan KBJ untuk bahasa Indonesia, IMO, untuk kata berawalan vokal terasa kurang luwes, karena menggunakan aksara "ha" dan disandangi, sebab aksara swara di KBJ masih berlaku seperti SW. 
  2. Maka menulis aksara swara untuk kata berawalan vokal, berarti melanggar ketentuan KBJ, demikian juga penggunaan dirga mure dan dirga mure raswadi untuk diftong, tidak dikenal di KBJ. 
  3. KBJ masih lebih cocok digunakan untuk menulis bahasa Jawa, bisa juga untuk menulis bahasa Indonesia, tapi tanpa diftong. Maka untuk menulis diftong "ai" diganti taling dan diftong "au" diganti taling tarung. Ya tetep kurang luwes ya... 

Tata tulis Mardikawi - 1930

  1. Bagaimana dengan Tata tulis Kawi (Mardikawi)? Pada bahasa Indonesia banyak memiliki huruf² yang tidak dikenal di tata tulis Kawi, seperti huruf f, q, v, x, z. Ada yang menjawab, kan bisa memakai aksara rekan? Hei, jika disiplin bertata tulis Kawi dengan Mardikawi, aksara rekan tidak dikenal di MK, aksara rekan muncul di SW. 
  2. Menggunakan aksara rekan di MK, berarti sudah tidak konsisten menggunakan tata tulis MK. Loh? kan aksara itu berkembang? Bisa saja dong menggunakan aksara rekan di MK. Ya bisa saja, tapi jelas ini menunjukkan penulisnya tidak konsisten, karena hanya ada 49 aksara Kawi (yang diserap menjadi aksara Jawa Baru) dan tidak ada aksara rekan disitu. 

Tata Tulis Tradisional - KAJ 2021

Nah, makanya sekarang muncul Tata Tulis Tradisional hasil KAJ, karena di tata tulis Tradisional ini, aksara rekan bisa digunakan menulis bahasa Indonesia untuk tata tulis Kawi selain menggunakan 49 aksara, dimana di serat MK (anggap saja ini sebagai pedoman tata tulis Kawi), aturan aksara rekan belum ada. Jadi jumlah aksara di tata tulis Tradisional ada lebih dari 49 aksara karena sudah ditambah dengan aksara rekan, termasuk ka sasak juga.  

Kesimpulannya

  1. Wawaton Sriwedari lebih cocok untuk menulis bahasa Jawa. Jumlah aksara 20, plus aksara Murda, Swara dan Rekan. 
  2. KBJ lebih cocok untuk menulis bahasa Jawa, sedangkan untuk menulis bahasa Indonesia harus disesuaikan untuk diftong, dll. Jumlah aksara 20, plus aksara Murda, Swara dan Rekan. 
  3. Simplified sangat cocok untuk menulis bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Jumlah aksara 20, plus aksara Murda (dengan catatan khusus), Swara dan aksara rekan yang jumlahnya lebih banyak daripada SW dan KBJ. 
  4. Mardikawi lebih cocok untuk menulis bahasa Jawa karena keterbatasan aksara, tidak ada aksara rekan yang banyak muncul di bahasa Indonesia. Jumlah aksara 49. 
  5. Tradisional sangat cocok untuk menulis bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Jumlah aksara 49 plus aksara rekan. Tradisional memiliki rekor jumlah aksara terbanyak, saya belum menghitung ada berapa aksara rekan di tata tulis Tradisional. 
Ada masukan? 

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Blognya bagus banget. Jarang sekali ada yang bahas aksara Jawa pakai bahasa pengantarnya bahasa Indonesia. Kalau mau belajar paugeran tradisional hasil KAJ 2021 apa ada panduan/referensi yg berupa file PDF?

    BalasHapus